No exposure, No interpretation

Aditia Yudis
4 min readJul 12, 2021

Apakah advertising yang baik mendorong kita membeli barang yang tidak kita butuhkan?

Advertising yang baik adalah jenis yang dapat menarik perhatian konsumen dan menimbulkan pemahaman akan produk tersebut. Baik pada konteks tersebut mengandung arti bahwa iklan tersebut dapat membangkitkan emosi yang mendorong kita untuk mengasosiasikan diri dengan produk dalam advertising. Ketika sebuah produk diiklankan dengan baik dan berhasil menghadirkan emosi familier dalam diri saya, bahkan membuat saya mengidentifikasikan diri dengan produk tersebut, meskipun tidak berguna, saya setuju saya mungkin akan membeli produk tersebut.

Sebuah iklan yang bagus tidak dapat disebut berhasil jika tidak dapat mencapai konsumen. No exposure, no interpretation (Peter & Olson, 2008). Pertama-tama, pemasar harus memahami bagaimana konsumen terekspos informasi-informasi pemasaran. Dalam video dari Aljazeera, Jonah Sachs, mantan CEO & Co-Founder dari Free Range Studies, menyatakan bahwa kita terpapar sampai dengan 3500 ribu iklan per harinya. Iklan-iklan tersebut dapat hadir melalui pencarian langsung oleh konsumen atau pun lewat berbagai media seperti TV, surat kabar, papan reklame, display di supermarket, word of mouth, dan yang terkuat saat ini adalah internet. Kehidupan saat ini yang tak terpisahkan dari teknologi mengecilkan gap antara produsen dan konsumen melalui berbagai media platform dan kanal seperti YouTube, Instagram, Facebook, website, marketplace, dan lainnya. Pemasar harus dapat menyediakan advertising pada saat konsumen membutuhkan informasi tersebut (facilitate incidental exposure) dan disampaikan pada target konsumen yang tepat (maximize accidental exposure). Kedua paduan strategi tersebut akan menciptakan strategi utama produsen dalam menciptakan level paparan produk yang tepat bagi konsumen (appropriate level of exposure).

Tingkat paparan iklan yang tepat dapat diketahui jika pemasar mengetahui bagaimana menarik perhatian konsumen. Proses hadirnya perhatian konsumen dimulai dari sejak konsumen terkena paparan iklan. Interaksi antara konsumen dan advertising menimbulkan dorongan memilih dan memilah (selecting) hal terkait produk tersebut dalam memori, yang selanjutnya konsumen akan merasa waspada (alert) dan terpancing/bergairah (arousal) dan akhirnya merasa sadar (conscious) akan produk tersebut (Pandjaitan & Mahatir, 2020). Proses tersebut dipengaruhi oleh (1) tingkat kegairahan (affective states), seperti mood, iklan yang gembira atau galau, (2) tingkat keterlibatan (involvement), misalnya dalam bentuk sangat membutuhkan barang tersebut atau hanya ingin saja, dan (3) tingkat ketenaran (environment prominence), berbentuk warna yang beda, suara atau bunyi yang khas dan lebih keras untuk menonjolkan produk tersebut dengan yang lain. Bentuk perhatian konsumen tadi kemudian akan memasuki proses pemahaman (comprehension).

Bagaimana semua hal tersebut dapat membuat seseorang membeli sebuah barang? Pemasar atau pengiklan memadukan segala informasi tersebut dalam menciptakan sebuah advertising yang menitikberatkan pada konsep ‘feeling’. Konsep tersebut memancing respons emosional dari konsumen dengan menghadirkan asosiasi dengan menggunakan prinsip ‘show, don’t tell’. Gambar di atas merupakan salah satu contoh advertising dari maskapai Emirates yang mengiklankan layanan Airbus A380 mereka. Bukan sosok Airbus A380 yang merupakan pesawat jet penumpang terbesar di dunia yang ditampilkan, melainkan iklan tersebut memuat seorang aktor teater yang melakukan latihan ‘refresh in our A380’ di kamar mandi ’first class shower spa’. Advertising tersebut menghadirkan atmosfer kemewahan, kekuatan, kegembiraan, privasi, passion, dan status sosial. Dapat dikatakan bahwa terbang dengan Emirates A380 akan memberikan kemewahan yang berbeda dengan maskapai lain, privasi, keleluasaan, sehingga dapat melakukan passionate things dengan gembira dan nyaman Memilih karakter aktor sebagai sosok dalam advertising memperlihatkan bahwa penumpang Emirates A380 dari kelas atas sehingga penumpang yang memilih menaiki pesawat tersebut dapat meningkat status sosialnya dan memperlihatkan high class lifestyle mereka. Emirates menaruh iklan-iklan mereka di majalah gaya hidup, billboard di jalan-jalan utama kota metropolitan, lewat media sosial (Instagram, Twitter, dan Youtube).

Advertising yang dibuat oleh Emirates tersebut mencakup 4 cara sebuah iklan membuat konsumen melakukan pembelian sebuah barang ‘yang mungkin tidak dibutuhkan’ seperti yang disampaikan Jonah Sachs dalam video ‘How Commercials Get Us To Buy Crap We Don’t Need’ dari Al Jazeera, yaitu berupa:

  1. We’re here to empower you. Emirates A380 memberikan pengalaman yang tidak bisa didapatkan orang lain, yang dapat membuka jaringan, serta membangkitkan inspirasi dan menambah kepercayaan diri.
  2. Things that make you go ‘awww’. Shower dan spa di ketinggian 40 ribu kaki? Tidak ada maskapai lain selain Emirates A380 yang menawarkan hal tersebut.
  3. The celebrity factor. Emirates A380 menggunakan karakter-karakter yang tampak sukses dan gembira sebagai wajah iklan mereka, termasuk juga selebriti seperti aktris Jennifer Aniston, serta pesepakbola legendaris Pele dan Cristiano Ronaldo.
  4. Welcome to the club! Hanya mereka yang memiliki uang, taste, dan gaya hidup mewah yang memilih first class Emirates A380.

Advertising dapat membantu kita mengetahui pilihan produk, bahkan memberitahu kita sesuatu yang tadinya tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Sebuah kampanye advertising yang sukses dapat mendorong konsumen langsung melakukan pemilihan dengan mengeliminasi pilihan-pilihan lain dalam ingatannya. Iklan yang baik akan menolong kita menjawab salah satu pertanyaan paling fundamental ‘who am I?’ dan membantu kita membangun identitas dengan melepaskan kekhawatiran sehingga dapat memberitahu kita dengan jelas untuk membeli produk tertentu yang sesuai dengan identitas dan karakteristik yang terasosiasi dengan kita. Perjalanan menuju New York yang harus kita lakukan bisa saja terpenuhi menggunakan kelas ekonomi di Emirates A380. Tapi penawaran first class dengan suite pribadi yang privat dan luas merupakan sesuatu yang sangat menarik dan membuat perjalanan menyeberangi Samudra Atlantik jadi lebih menyenangkan. Plus, dengan fasilitas first class shower spa yang ditawarkan, kita dapat mempersiapkan diri mendarat dan keluar dari perjalanan belasan jam dengan tetap segar, stylish, memukau, dan penuh percaya diri menghadapi dunia.

DAFTAR PUSTAKA

Peter, J. P., & Olson, J. C. 2008. Consumer behavior and marketing strategy. Boston: McGraw-Hill/Irwin.

Pandjaitan, D. & Muhammad, M. 2020. Consumer Behavior. Pustaka Media.

Airbus.com

Esai untuk tugas Perilaku Konsumen MM Unila 2020 di bawah bimbingan Dr. Dorothy Rouly H. Pandjaitan, S.E., M.Si.

--

--

Aditia Yudis
0 Followers

Freelance Writer. Postgraduate Student at Lampung University.